Indonesia dan Malaysia Dorong Penggunaan Biofuel untuk Siasati Harga Minyak Sawit

URBANGARUT.COM - Harga yang lemah untuk minyak kelapa sawit, proyeksi yang semakin buruk, dan penolakan terhadap komoditas ini karena kekhawatiran deforestasi mendorong Indonesia dan Malaysia - dua produsen terbesar di dunia - untuk meningkatkan penggunaan domestik melalui pengembangan bahan bakar pesawat dan program biodiesel yang lebih luas.

Minyak kelapa sawit, yang digunakan secara luas di Indonesia untuk minyak goreng dan aplikasi seperti perawatan pribadi serta produk pembersih, adalah sektor penting dalam ekonomi terbesar di Asia Tenggara ini dengan industri ini menyerap jutaan pekerja. Indonesia adalah eksportir terbesar di dunia dan merupakan komoditas ekspor teratas negara ini, selain batu bara. Minyak kelapa sawit juga sama pentingnya di Malaysia, produsen dan eksportir terbesar kedua di dunia.

Harga patokan minyak kelapa sawit (CPO) di Malaysia berkisar antara 3.500 ringgit ($755) hingga 4.200 ringgit per ton antara Januari dan Juni. Ini dibandingkan dengan rekor tertinggi sepanjang masa pada April 2022 sekitar 7.000 ringgit per ton, menyusul invasi Rusia ke Ukraina yang mengirimkan harga semua minyak nabati melonjak. Kenaikan harga minyak kelapa sawit, yang secara tradisional merupakan yang termurah di antara minyak nabati lainnya, merupakan kelanjutan dari kenaikan harga yang disebabkan oleh gangguan terkait pandemi sejak akhir 2020.

Baca Juga: Dipanggil Interview Selanjutnya? Ini Tips Untuk Persiapan Wawancara Kedua

BMI memperkirakan harga rata-rata 3.800 ringgit per ton untuk kontrak berjangka minyak kelapa sawit bulan ketiga yang terdaftar di Bursa Malaysia pada tahun 2023, turun dari rata-rata 4.910 per ton tahun lalu. BMI juga memperkirakan harga akan terus turun, mencapai 2.400 ringgit per ton pada tahun 2027 - sebanding dengan rata-rata lima tahun sebelum pandemi COVID-19 sekitar 2.420 ringgit per ton.

Penurunan ini telah merugikan pendapatan produsen minyak kelapa sawit utama setelah banyak yang menikmati keuntungan rekor pada tahun 2021 dan 2022.

Di Malaysia, konglomerat milik negara Sime Darby Plantation melaporkan bahwa laba bersih kuartal kedua turun 54% menjadi 380 juta ringgit dibandingkan periode yang sama tahun 2022. FGV Holdings, yang juga dimiliki pemerintah, melihat sektor perkebunanannya merosot 97% menjadi 13,76 juta ringgit, terutama karena harga CPO rata-rata yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya dan ditambah dengan penjualan CPO yang lebih rendah serta biaya produksi CPO yang 37% lebih tinggi.

Di Indonesia, pendapatan bersih produsen terkemuka seperti Sinar Mas Agro Resources and Technology, Astra Agro Lestari, dan Salim Ivomas Pratama mengalami penurunan masing-masing sebesar 85%, 54%, dan 71% pada paruh pertama tahun 2023, menjadi 284,3 miliar rupiah ($18,7 juta), 367,6 miliar rupiah, dan 128,4 miliar rupiah.

BMI mengatakan peningkatan penggunaan biofuel bisa menjadi "risiko positif besar" bagi proyeksi harganya untuk minyak nabati secara keseluruhan. "Peningkatan tingkat pengalihan minyak kelapa sawit ke pembuatan bahan bakar biofuel campuran - atau, pengalihan yang lebih besar dari minyak nabati alternatif, seperti minyak kedelai, ke biofuel - akan memperketat pasokan minyak nabati untuk konsumsi pangan."

Selain itu, BMI mengatakan fenomena cuaca El Nino yang berkembang, yang ditandai dengan cuaca lebih kering dan panas di Asia Tenggara, merupakan "risiko positif besar" lainnya bagi proyeksi harga minyak kelapa sawit selama 12 hingga 18 bulan mendatang - meskipun "banyak yang bergantung pada kekuatan akhir dari peristiwa El Nino itu sendiri."

BMI mengatakan El Nino tahun 2014-2016, salah satu yang paling parah dalam sejarah modern, menyebabkan penurunan tahunan dalam persentase hasil panen dua digit baik di Malaysia maupun Indonesia selama musim 2015-16 - yang mengakibatkan harga minyak kelapa sawit naik 1.000 ringgit per ton selama periode tersebut.***